PERAN DAN FUNGSI KONSELOR
Peran
konselor dalam pendekatan Rational-Emotive
Behavior Therapy (REBT) adalah;
·
Aktif-direktif,
yaitu mengambil peran lebih banyak untuk memberikan penjelaskan terutama pada
awal konseling
·
Mengkonfrontasi
pikiran irasional konseli secara langsung
·
Menggunakan
berbagai teknik untuk menstimulus konseli untuk berpikir dan mendidik kembali
diri konseli sendiri
·
Secara
terus menerus “menyerang” pemikiran irasional konseli
·
Mengajak
konseli untuk mengatasi masalahnya dengan kekuatan berpikir bukan emosi
·
Bersifat
didaktif (George & Cristiani, 1990, p. 86).
Dalam melaksanakan pendekatan Rational-Emotive
Behavior Therapy (REBT), konselor diharapkan memiliki kemampuan berbahasa
yang baik karena Rational-Emotive
Behavior Therapy (REBT) banyak didominasi oleh teknik-teknik yang
menggunakan pengelolaan verbal. Selain itu, secara umum konselor harus memiliki
keterampilan untuk membagun hubungan konseling. Adapun keterampilan konseling
yang harus dimiliki konselor yang akan menggunakan pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy
(REBT), adalah sebagai berikut:
·
Empati (empathy)
·
Menghargai
(respect)
·
Ketulusan
(genuineness)
·
Kekongkritan
(concreteness)
·
Konfrontasi
(confrontation) (Walen et. al., 1992,
pp. 59-63).
TAHAP-TAHAP KONSELING
Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) menbantu
konseli mengenai dan memahami perasaan, pemikiran dan tingkah laku yang
irasional. Dalam proses ini konseli diajarkan untuk menerima perasaan,
pemikiran dan tingkah laku tersebut diciptakan dan diverbalisasi oleh konseli
sendiri. Untuk menngatassi hal tersebut, konseli membutuhkan konselor untuk
membantu dan mengatasi hal tersebut, konseli membutuhkan konselor untuk
membantu mengatasi permasalahannya. Dalam proses konseling dengan pendekatan
REBT terdapat beberapa tahap yang dikerjakan oleh konselor dan konseli.
Tahap 1
Prosese di
mana konseli diperhatikan dan disadarkan bahwa mereka tidak logis dan
irasional. Proses ini membantu konseli memahami bagaimana dan mengapa dapat
menjadi irasional. Pada tahap ini konseli diajarkan bahwa mereka memiliki
potensi untuk mengubah hal tersebut.
Tahap 2
Pada tahap
ini konseli dibantu untuk yakin bahwa pemikiran dan perasaan negatif tersebut
rdapat ditantang dan diubah. Pada tahap ini konseli mengeksplorasi ide-ide
untuk menentukan tujuan-tujuan rasional. Konselor juga mendebat pemikiran
irasional konseli dengan menggunakan pertanyaan untuk tahap ini konselor
menggunakan teknik-teknik konseling Rational-Emotive
Behavior Therapy (REBT) untuk membantu konseli mengembangkan pikiran
rasional.
Tahap 3
Tahap skhir
ini konseli dibantu intuk secara terus menerus mengembangkan pikiran rasional
serta mengembangkan filosofi hidup yang rasional sehingga konseli tidak
terjebak dalam masalah yang dinyebabkanoleh pikiran irasional (George &
Cristiani, 1990, pp. 85-86).
Tahap-tahap konseli ini merupakan proses natural dan berkelanjutan.
Tahap-tahap ini menggambarkan keseluruhan pross konseling yang dilalui oleh konselor
dan konseli. Darri tahap-tahap terdapat dua tugas utama konselor yaitu:
·
Interpersonal, yaitu membangun hubungan terapeutik, membangun
rappport, dan suasana yang kolaboratif
·
Organisational, yaitu bersosialisasi dengan konseli untuk memulai
terapi, mengadakan proses asasmen awal, menyetujui wilayah masalah dan
membangun tujuan konseling (walen et. al., 1992, p. 39).
Secara
khusus, terdapat beberapa langkah intervensikonseling dengan pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy
(REBT), yaitu:
1.
Bekerja
sama dengan konseli (engage with client)
·
Membangun
hubungan dengan konseli yang dapat dicapai dengan megembangkan empati,
kehangatan cdan penghargaan.
·
Memperhatikan
tentang “secondary disturbances” atau
hal yang menggangu konseli yang mendorong konseli mencari bantuan.
·
Memperlihatkan
kepada konseli yang mendorong konseli
mencapai bantuan.
·
Memperlihatkan
kepada konseli tentang kemungkinan perubahan yang bisa dicapai dan kemampuan
konselor untuk membantu konseli mencapai tujuan konseling.
2.
Melakukan
asesmen terhadap masalah, orang dan situasi (assess the problem, person and situation).
·
Mulai
dengan mengidentifikasikan pandangan-pandangan tentang apa yang menurut konseli salah.
·
Perhatikan
bagaimana perasaan konseli mengalami masalah ini.
·
Laksanakan
asesmen secara umum dengan mengidentifikasikan latar belakang personal dan
sosial, kedalaman, masalah, hubungan dengan pribadian individu, dan sebab-sebab
non-psikis seperti: kondisi fisik, lingkungan dan penyalahgunaan obat.
3.
Mempesiapkan
konseli untuk terapi (prepare the client
for therapy)
·
Mengklasifikasikan
dan menyetujui tujuan konseling dan motivasi konseli untuk berubah.
·
Mendiskusukan
pendekatan yang akan digunakan dan implikasinya.
4.
Mengimplementasikann
program penanganan (implement the
treatment program)
·
Menganalisis
episode spesifik di mana inti masalah itu terjadi, menemukan
keyakinan-keyakinan yang terlibat dalam masalah, dan mengembangkan homework
·
Mengembangkan
tugas tugas tingkah laku untuk mengurangi ketakutan atau modifikasi tingkah
laku
·
Menggunakan
teknik-teknik tambahan yang diperlukan.
5.
Mengevaluasi
kemajuan (evaluate progrees)
Pada menjelang akhir intervensi konselor
memastikan apakah konseli mencapai perubahan yang signifikan dalam berpikir
atau perubahan tersebut disebabkan oleh faktor lain.
6.
Mempersiapkan
konseli untuk mengakhiri konseling (prepare
the client for termination)
Mempersiapkan
konseli untuk mengakhiri proses konseling dengan menguatkan kembali hasil yang
sudah dicapai. Selain itu, mempersiapkan konseli untuk dapat menerima apa
adanya kkemungkkinan kemunduran dari
hasil yang telah dicapai atau kemungkinan mengalami masalah dikemudian hari
(Froggatt, 2005, p. 5-6).
TEKNIK-TEKNIK KONSELING
Dalam proses
konseling, konselor mengidentifikasikan pikiran-pikiran yang irasional konseli.
Terdapat tujuh faktor yang dapat digunakan untuk mendeteksi pikiran irasional,
yaitu:
1.
Lihat
pada generalisasi yang berlebihan (overgeneralisation),
seperti: “saya mendapatkan nilai 50 pada mata pelajaran matematika, maka saya
memang tidak bisa matematika”.
2.
Lihat
pada distorsi (distortion),
kadang-kadang mengacu pada pikiran yang beranggapan tentang keseluruhan atau
tidak sama sekali (all or nothing
thinking), berpikir hitam putih, semua baik atau semua buruk, seperti: saya
tidak dapat nilai A pada mata kuliah, lihatt saja KRS saya, saya memang bukan
mahasiswa yang baik”.
3.
Lihat
pada hal-hal yang dihapus (deletion),
yaitu tendensi untuk berfokus pada kejadian negatif dan menghapus kejadian
positif, seperti: “saya kalah dua kali dan menang satu kali pada permainan
berikutnya, saya pasti kalah”.
4.
Lihat
pada hal-hal yang dianggap tragedi atau bencana (catastrophsing), yaitu kesalahan yang dilebih-lebihkan dan
keberhasilan yang dikecilkan, seperti: “saya Cuma beruntung mendapatkan nilai
A”.
5.
Lihat
pada penggunaan kata-kata absolut seperti harus, selalu, tidak boleh, tidak
pernah. “saya tidak boleh berbuat kesalahn”.
6.
Lihat
pada pernyataan yang menunjukkan ketidaksetujuan terhadap sesuatu atau seseorang
yang konseli pikir mereka tidak dapat menahanya, sepert: “dia seharusnya
dihukum dan tidak diperbolehkan begitu saja.”
7.
Lihat
pada ramalan (fortune telling) atau
prediksi masa depa, seperti: “saya hanya tahu bahwa teman saya tidak akan
senang dengan pesta saya.”
Mengubah pikiran adalah
treatment utama Rational-Emotive Behavior
Therapy (REBT), hal ini terjadi pada dispute.
Dispute adalah mendebat atau menantang keyakinan yang irasional yang dapat
berupa pikiran, imajinasi, dan tingkah laku (walen et. al., 1992, p. 156). Dispute terdiri dari dua tahap yaitu:
·
Menelaah
dan menantang pikiran irasional yang sekarang yang diyakini konseli
·
Mengembangkan
mode berpikir baru yang lebih fuungsional (walen et. al., 1992, p. 156).
Teknik konselinng dengan pendekatan Rational-Emotive
Behavior Therapy (REBT) dapat dikatagorikan menjadi tiga kelompok, yaitu
teknik kognitif, teknik imageri dan teknik behavioral atau tingkah laku.
Teknik Kognitif
Dispute Kognitif (cognitive disputation)
Adalah usaha
untuk mengubah keyakinan irasional konseli melalui philosophical persuation,
didactic presentation, socratic dialogue, vicarious expenriences, dan berbagai
ekspersi verbal lainya. Eknik untuk menggunakan cognitive disputation adalah dengan bertanya (questioning).
·
Pertanyaan-pertanyaan
untuk melakukan dispute logis:
Apakah
itu logis? Apa benar begitu? Mengapa tidak? Mmengapa harus begitu? Apa yang
kamu maksud dengan kalimat itu? Mengapa itu perkataan yang tidak benar? Apakah itu bukti yang kuat? Jelaskan
kepada saya kkenapa... mengapa harus begitu? Di mana aturan itu tertulis?
Apakah kamu bisa melihat ketidak konsistenan keyakinan kamu? Mengapa kamu harus
begitu? Sekarang kita lihat kembali, kamu melakukan hal yang buruk. Sekarang
mengapa kamu harus tidak melakukan itu?
·
Pertanyaan
untuk reality testing:
Apa
buktinya, apa yang terjaddi kalau... mari kita bicara kenyataanya. Aapa yang
dapat diartikan dari cerita kamu tadi? Bagaimana kejadian itu bisa menjadi
sangat menakutkan/menyakitkan.
·
Pertanyaan
untuk pragmatic disputation
Selama
kamu meyakini hal tersebut, akan bagaimana perasaan kamu? Apakah ini berharga untuk
dipertahankan? Apa yang akan terjadi bila kamu berpikir demikian? (Walen et.
al., 1992, pp. 156-164).
Analisis rasional (rational analysis)
Teknik untuk
mengajarkan kkonseli bagaimana membuka dan mendebat keyakinan irasional
(Froggatt, 2005, p. 6).
Dispute standard ganda (double-standard dispute)
Mengajarkan
konseli melihat dirinya memeiliki standar ganda tentang diri, orang lain dan
lingkungan sekitar (Froggatt, 2005, p. 6).
Skala katastropi (catastrophe scale)
Membuat
proporsi tentang peristiwa-peristiwa yang menyakitinya. Misalnya: dari 100%
buatlah prosentase peristiwa yang menyakitkan, urutkan dari yang paling tinggi
prosentasenya sampai yang paling rendah (Froggatt, 2005, p. 6).
Devil’s advocate atau rational role reversal
Yaitu
meminta konseli untuk memainkan peran yang memiliki keyakinan rasional
sementara konselor memainkan peran menjadi
konseli yang rasional, konseli melawan keyakinan rasional yang
diverbalisasikan (Froggatt, 2005, p. 7; Walen et. al., 1992, p. 170).
Membuat frame ulang (reframing)
Mengavaluasi
kembali hal-hal yang mengcewakan dan tidak menyenangkan dengan mengubah Frame berpikir konseli (Froggatt, 2005,
p. 7).
Teknik Imageri
Dispute imajinasi (imaginal disputation)
Strategi imaginal disputation meliibatkan
penggunaan imageri. Setelah melakukan dispute secara verbal, konselor meminta
konseli untuk membayangkan dirinya kembali pada situasi yang menjadi masalah
dan melihat apakan emosinya telah berubah. Bila ya, maka konselor meminta
konseli untuk mengatakan pada dirinya sebagai individu yang berpikir lebih rasional
dan mengulang kembali proses di atas.
Bila belum maka keyakinan irasionalnya masih ada (Walen et. al., 1992, P. 165).
Kartu kontrol emosional (the emotional control card)
Adalah alat
yang dapat membantu konseli menguatkan dan memperluas parakti Rational-Emotive Behavior Therapy
(REBT). ECC biasa digunakan untuk memperkuat proses belajar, secara lebih
khusus perasaan marah (anger) kritik
diri (self-criticism), kecemasan(anxiety), dan depresi (depression). ECC berisi dua katagori
perasaan paralel, yaitu (1) perasaan yang tidak seharusnya atau yang merusak
diri sendiri dan (2) perasaan yang sesuai dan tidak merusak diri (Gladding,
1992, p. 120).
Proyeksi waktu (time projection)
Meminta
konseli untuk memvisualisasikan kejadian yang tidak menyenangkan ketika
kejadian itu terjadi, setelah itu membayangkan seminggu kemudian, sebulan
kemudian, ennam bulan kemudian, setahun kemudian, dan seterusnya. Bagaimana
konseli merasakan perbedaan tiap waktu yang dibayangkan. Konsli dapat melihat
bahwa hidup berjalan terus dan membutuhkan penyesuaian (Froggatt, 2005, p).
Teknik melebih-lebihkan (the “blow-up” technique)
Adalah
variasi dari teknik “worst case imagery”.
Meminta konseli membayangkan kejadian yang menyakitkan atau kejadian yang
menakutkan, kemudian berlebih-lebihannyasampai pada taraf yang paling tinggi.
Hal ini bertujuan agar konseli dapat mengontrol ketakutannya (Froggatt, 2005,
p. 7).
Teknik Behavioral
Dispute tingkah laku (behavioral disputation)
Behavior dispute atau risk
taking, yaitu memberikan kesempatan
kepada konseli untuk mengalami kejadian yang mengalami kejadian yang
menyebabkan berpikir irasional dan melawan keyakinan tersebut. Contoh, bila
konseli memiliki keyakinan bahwa ia harus sesempurna mengerjakan tugas, maka
konseli diminta untuk mengerjakan tugas seadanya (Walen et. al., 1992, p. 169).
Bermain peran (role playing)
Dengan
bantuan konselor konseli melakukan role
player tngkah laku baru yang sesuai dengan keyakinan yang rasional.
Peran rasional terbalik (rational role reversal)
Yaitu
meminta konseli untuk memainkan peran yang memiliki keyakinan rasional
sementara konselor memainkan peran menjadi konseli yang irasional. Konseli
melawan keyakinan irasional konselor dengan keyakinan irasional yang
diverbalisasikan. (Walen et. al., 1992, pp. 169-170).
Pengalaman langsung (exposure)
Konseli
secara sengaja memasuki situasi yang menakutkan. Proses ini dilakukan melalui
perencanaan dan penerapan keterampilan mmengatassi masalah (coping skill) yang telah dipelajari sebelumnya (Froggatt, 2005, p.
7).
Menyerang rasa malu (shame attacking)
Melakukan
konfrontasi terrhadap ketakutan untuk malu dengan secara sengaja bertingkah
laku yang memalukan dan menguundang ketidaksetujuanlingkungan sekitar. Dalam
hal ini konseli diajarkan menggelola dan mengantisipasi perasaaan malunya
(Froggatt, 2005, p. 7).
Pekerjaan rumah (homework assignments)
Selain
melakukan disputation secara verbal, Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) juga mengunakan homework assignments (pekerjaan rumah)
yang dapat digunakan sebagai self-help work.
Terdapat beberapa aktivitas yang dapat dilakaukan dalam homework assignments
yaitu: membaca, mendegarkan, menulis, mengimajinasikan, berpikir, relaksasi dan
distraction, serta aktivitas (Walen et, al., 1992, p. 255).
Referensi :
Komalasari,gantika
dkk. Teori dan Teknik Konseling.
Jakarta. Indeks. 2011.
ckck
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusterimakasih, materinya singkat dan jelas
BalasHapus